Peristiwa Ketika Bulan Ramadhan di Masa Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw
Syariat Islam tidak serta merta langsung turun serentak ketika agama Islam hadir di tanah arab yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi semuanya bertahap sesuai dengan konteks dan faktor masa itu. Tujuan hukum syariat Islam diturunkan sedikit-demi sedikit supaya umat Islam tidak kaget dan langsung merasa berat ketika menjalankannya. Itulah kenapa setiap hukum syariat memiliki sejarahnya masing-masing, yang salah satunya puasa Ramadan. Puasa Ramadan diwajibkan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya pada bulan Sya’ban tahun ke-2 hijriah dengan cara dan model yang dilakukan umat Islam hingga kini. Puasa bagi umat Islam memiliki makna yang sangat mendalam dalam rangka penghambaan manusia kepada Allah SWT. Puasa tidak hanya ibadah yang memerlukan peran fisik, tetapi juga memerlukan kesehatan batin bahkan mampu menyempurnakan batin menjadi hamba yang bertakwa. Ramadan pertama kali terjadi di tengah musim semi saat suhu di Semenanjung Arab, termasuk Madinah yang cukup sejuk. Perintah berpuasa ini datang setelah turunnya wahyu dalam QS Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi : يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْن Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah:183) Meskipun puasa bukan hal baru bagi masyarakat Arab, mereka tetap perlu waktu untuk menyesuaikan diri secara fisik dan mental untuk menjalani puasa selama 30 hari. Sementara itu, Nabi Muhammad SAW dan sebagian besar sahabatnya sudah mulai berpuasa sejak bulan Syaban di tahun yang sama. Ada 3 peristiwa sangat bersejarah yang terjadi di bulan ramadan yaitu sebagai bulan diturunkan Al-qur’an, yakni perang badar dan pembebasan kota makkah. Juga ada kisah Qais bin Shirmah, sahabat nabi yang pingsan saat puasa Ramadan pertama kali. Pasalnya sahabat yang ini pernah mengalami kejadian mengesankan saat ia menjalani puasa Ramadan untuk pertama kalinya. Suatu hari saat bekerja di kebun kurma, Qais jatuh pingsan karena tidak sempat makan dan minum saat sahur. Pengalaman ini menjadi salah satu alasan turunnya firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 187, yang mengatur tentang sahur dan puasa. Pada masa awal disyariatkan puasa ramadan itu, batasan-batasan dan aturan yang berkaitan dengan puasa ramadan masih belum jelas, sehingga ada dari kalangan sahabat nabi yang berpikir bahwa mereka tidak boleh makan setelah shalat Isya. Akibatnya, banyak yang memilih tidur dan tidak sempat sahur di waktu dini hari. Hal ini membuat mereka berpuasa dengan perut kosong keesokan harinya. Qais bin Shirmah, salah satu sahabat yang berasal dari kaum Anshar, mengalami hal ini. Meskipun pekerjaannya sebagai tukang kebun cukup berat, Qais selalu taat beribadah dan tidak pernah mengurangi semangatnya untuk bekerja. Saat waktu berbuka tiba, ia pulang ke rumah dan bertanya kepada istrinya tentang makanan. Namun, sang istri menjawab, "Maafkan aku, suamiku hari ini kita tidak punya makanan. Tunggu sebentar aku akan mencarikan sesuatu untukmu." Sang istri pun pergi mencari makanan, sementara Qais yang kelelahan jatuh tertidur dengan perut kosong. Ketika sang istri kembali dengan makanan, ia melihat suaminya sudah tertidur dan tidak ingin membangunkannya. Keesokan harinya, Qais terbangun beraktifitas dan pergi bekerja lagi tanpa sempat makan sahur. Saat ia sedang bekerja, tiba-tiba Qais jatuh pingsan. Para sahabat Nabi yang melihat kejadian itu segera memberitahukan kepada Rasulullah SAW. Dari sinilah Allah menurunkan ayat 187 dari QS Al-Baqarah yang mengajarkan kita tentang pentingnya sahur dan memberikan kemudahan dalam berpuasa. Berikut bunyi ayatnya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beritikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.”
Ust. H. Nur Hamid Sholeh.,LC
3/8/20251 min read